Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati, Haris Azhar Menilai Tak Seharusnya Diterapkan

Posted on
Foto Heru Hidayat
Foto Heru Hidayat

Jakarta, TINTAPENA.com – Aktivis HAM dan praktisi hukum Haris Azhar ikut berkomentar mengenai tuntutan hukuman mati yang dijatuhkan pada Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat dalam kasus Asabri. 

Hariz menilai, hukuman mati terhadap Heru Hidayat tak seharusnya diterapkan di tengah institusi penegak hukum yang masih transaksional.
Hariz mengatakan dalam studi-studi para ahli hukum dan HAM, salah satu faktor pelarangan hukuman mati karena bentuk hukuman tersebut sering digunakan untuk represi dan digunakan menakuti orang yang dituduh melakukan kejahatan dalam hal ini korupsi.

“Ini adalah permainan psikologis. Sementara kita tahu bahwa kualitas kerja institusi penegak hukum dan aparatnya masih banyak celah negatif. Apalagi penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPK ditengarai tidak dilakukan secara independen dan cermat. Lalu di mana letaknya rasa keadilan itu?” ucap Hariz dalam keterangan tertulis (8/12).

Menurutnya, pelaksanaan hukuman mati terhadap Heru Hidayat tidak bisa diterapkan ketika sebuah institusi, kebijakan (pemidanaan) dan pelaksanaan kerjanya masih buruk, korup, bisa ‘dibeli’ atau menerima pesanan dari pihak tertentu. Salah satunya seperti kasus eks jaksa Pinangki, yang dijerat tiga dakwaan karena terbukti menerima suap dari kasus Djoko Tjandra.

Sementara, Pengacara Heru Hidayat yaitu Kresna Hutauruk mengatakan hukuman mati tak bisa diterapkan dalam perkara kasus Asabri. Menurutnya, jaksa tak memasukkan pasal terkait dengan hukuman mati pada kliennya itu.

“Untuk perkara Asabri bapak Heru Hidayat, jelas hukuman mati tidak bisa diterapkan. Dalam Undang-undang Tipikor hukuman mati diatur dalam pasal 2 ayat (2), di mana dalam dakwaan terhadap bapak Heru Hidayat, jaksa tidak memasukkan pasal tersebut di dalam dakwaan,” ucap Kresna.

Menurut Kresna, bagaimana mungkin dapat menerapkan hukuman mati sedangkan dalam dakwaan jaksa tidak menyertakan pasal tersebut. Selain itu, Kresna mengatakan bahwa penerapan hukuman mati dalam pasal 2 ayat (2) UU Tipikor terdapat beberapa ketentuan.

“Apabila para pakar juga melihat bahwa pada pasal 2 ayat (2) UU Tipikor dan penjelasannya, keadaan tertentu yang dimaksud dalam menerapkan hukuman mati adalah ketika tindak pidana dilakukan saat negara dalam bencana, krisis moneter, dan pengulangan. Sedangkan perkara Asabri ini tidak masuk dalam kualifikasi tersebut. Patut dicatat, Pak Heru juga bukan residivis yang melakukan pengulangan tindak pidananya,” jelas Kresna Hutauruk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *