
TINTAPENA.COM–Jakarta, Aturan baru pemerintah yang bakal memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan. Hal ini telah tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam draf yang diterima oleh detikcom, hari Kamis (10/6/2021), rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan tertuang dalam Pasal 4A. Dalam pasal tersebut menghapus jasa pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN. Begini bunyi pasalnya:
(Draf RUU)
(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a. dihapus;
b. dihapus;
c. dihapus;
d. dihapus;
e. dihapus;
f. jasa keagamaan, meliputi jasa yang diberikan oleh penceramah agama atau pengkhotbah dan kegiatan pelayanan ibadah keagamaan yang diselenggarakan rumah ibadah;
g. dihapus;
Padahal, saat ini dalam UU yang masih berlaku, jasa pendidikan masih bebas biaya PPN.
(UU yang sedang berlaku)
(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a. jasa pelayanan kesehatan medis;
b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. jasa keuangan;
e. jasa asuransi;
f. jasa keagamaan;
g. jasa pendidikan;
Adapun dari jasa pendidikan yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan PMK 011 Tahun 2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Seperti PAUD, SD, SMP, SMA/SMK hingga bimbel.
Selain jasa pendidikan tersebut, jasa tenaga kerja dan jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri juga akan dikenai PPN.
Sebelumnya, draf RUU KUP ini juga menuai banyak kritik. Salah satunya kritikan datang dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PPP menyampaikan sangat tidak setuju dengan rencana tersebut.
“Itu kan baru draf di RUU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Makanya sebelum draf RUU tersebut diajukan ke DPR, sebaiknya dirapikan dulu mengingat hal tersebut memberatkan banyak masyarakat. Ini juga seolah-olah mengesankan pemerintah tidak ada cara lain untuk menggenjot di sektor pajak,” kata Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi atau Awiek, hari Kamis (10/6/2021).
Anggota Komisi VI DPR itu menyebut jika pandemi COVID-19 membuat ekonomi masyarakat menjadi lesu. Rencana adanya PPN 12 persen, ditegaskan Awiek, bukan bakal membantu stimulus ekonomi, tetapi malah menjerat leher rakyat.
“Terlebih saat ini di era pandemi, ekonomi juga lagi lesu. Masyarakat mengalami banyak kesusahan dalam segi penghasilan. Sejauh ini, untuk pemulihan ekonomi memang harus merangsang stimulus. Karena kalau di era pandemi diberlakukan kenaikan PPN, yang dikhawatirkan tidak tepat karena bukan menjadi stimulus, (tapi) malah menjerat rakyat,” katanya.